news image
news 13 Juni 2025

Mengapa Cyber Threat Modern Semakin Sulit Dideteksi?

 

Cyber Threat saat ini tidak hanya sering terjadi, tetapi juga semakin canggih dan sulit dikenali. Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap ancaman digital berubah drastis, didorong oleh perkembangan teknologi, digitalisasi, serta meningkatnya ketergantungan pada sistem informasi dan infrastruktur digital. Bukan hanya perusahaan teknologi, sektor pemerintahan, keuangan, hingga kesehatan kini menjadi target empuk para pelaku kejahatan siber.

 

Beberapa serangan besar yang mencuat sepanjang tahun lalu menunjukkan bagaimana metode infiltrasi makin tersembunyi, target makin terarah, dan dampak yang ditimbulkan kian kompleks. Tidak cukup hanya dengan firewall dan antivirus konvensional, sistem keamanan kini harus mampu mengenali pola-pola yang bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. 

 

Masalah Sistem Deteksi Cyber Threat Saat Ini

Salah satu contoh kerentanan sistem deteksi siber terjadi pada insiden yang menimpa Pusat Data Nasional (PDN) Indonesia pada 20 Juni 2024. Ransomware varian Lock Bit 3.0 “Brain Cipher” mengenkripsi layanan digital, menyebabkan terganggunya setidaknya 210 institusi, termasuk layanan imigrasi, data kependudukan, dan pendaftaran siswa baru untuk beberapa hari. 

 

Beberapa sistem harus dipindahkan secara darurat ke cloud publik untuk memulihkan layanan. Contoh serupa juga terjadi di Inggris, di mana Marks & Spencer mengalami serangan siber pada April 2025. Ini bukan hanya insiden teknis, tetapi juga supply-chain attack dari vendor pihak ketiga yang berhas il menembus sistem internal perusahaan.

 

Akibatnya, M&S menghentikan sebagian besar layanan online termasuk pemesanan pakaian, Click & Collect, dan sistem pembayaran selama lima sampai enam minggu, menimbulkan kerugian hingga sekitar £300 juta dalam penjualan dan profit.

 

Baca juga: Apa Itu Next-Gen SOC dan Mengapa Bisnis Anda Membutuhkannya Sekarang

Kenapa Deteksi Threat Bisa Gagal?

Banyak sistem deteksi ancaman digital masih mengandalkan pendekatan berbasis signature atau rule-based. Artinya, sistem hanya akan mengenali ancaman yang sudah diketahui sebelumnya, mirip seperti buku resep. Masalahnya, jenis serangan siber masa kini sering kali menggunakan teknik polymorphic malware, fileless attacks, hingga teknik zero-day exploit yang tidak memiliki “sidik jari” digital yang bisa diidentifikasi sejak awal.

 

Lebih mengkhawatirkan lagi, munculnya serangan berbasis AI justru memperumit ranah keamanan siber. Teknologi AI kini dimanfaatkan oleh pelaku siber untuk mengotomatisasi serangan phishing, menyusup ke sistem dengan menyamar sebagai trafik normal, hingga membuat malware yang dapat mengubah bentuk dan perilakunya secara dinamis. 

 

Hal ini menjadikan deteksi awal makin sulit dilakukan, karena serangan tampak seperti aktivitas normal. Dengan begitu banyak kemungkinan dan vektor serangan, pendekatan deteksi konvensional menjadi tidak memadai. 

Menghadang Cyber Threat Berbasis AI dengan SOC Berbasis AI

Untuk menghadapi ancaman siber yang makin kompleks, pendekatan konvensional berbasis rule saja tidak lagi cukup. Di sinilah peran Security Operations Center (SOC) berbasis AI jadi sangat penting.

 

SOC adalah pusat pengawasan keamanan digital yang berfungsi untuk memantau, menganalisis, dan merespons insiden siber. Jika sebelumnya SOC mengandalkan tim analis dan sistem monitoring manual, kini kecepatan dan skala ancaman menuntut sistem yang jauh lebih cerdas. Teknologi AI hadir sebagai solusi.

 

Baca juga: Apa itu SOC? Pengertian, Fungsi, Tugas, dan Kelebihan

Kelebihan Deteksi Cyber Threat Berbasis AI

Menghadapi serangan siber yang makin canggih, sistem keamanan digital membutuhkan kemampuan yang lebih dari sekadar mengenali ancaman yang sudah dikenal. Sistem deteksi berbasis AI hadir sebagai solusi, dengan keunggulan utama pada kecepatan dan ketepatan dalam mengenali potensi serangan.

 

Dikutip dari, IBM Security X‑Force Threat Intelligence Index 2025, penggunaan AI dalam sistem deteksi ancaman mampu mengurangi waktu deteksi dan respons hingga 94% dibandingkan metode konvensional berbasis signature. 

 

Kecepatan ini menjadi kunci dalam mencegah dampak lebih luas dari serangan, terutama saat berhadapan dengan serangan zero-day atau serangan yang menyamar sebagai aktivitas normal. Berikut ini beberapa kelebihan utama dari deteksi ancaman berbasis AI:

1. Deteksi Lebih Cepat dan Proaktif

AI dapat memproses dan menganalisis data dalam jumlah besar secara real-time, sehingga ancaman bisa dideteksi segera setelah muncul. Teknologi ini tidak menunggu pola serangan dikenal lebih dulu seperti sistem signature-based, melainkan mengandalkan analisis perilaku dan anomali untuk mengidentifikasi potensi serangan sejak dini.

 

Sifat proaktif dari AI juga memungkinkan prediksi atas serangan yang belum terjadi, berdasarkan pemodelan tren serangan sebelumnya. Pendekatan ini menjadi sangat penting dalam menghadapi serangan zero-day atau fileless attack yang sering kali tidak meninggalkan jejak digital khas.

2. Akurasi yang Lebih Tinggi

Salah satu masalah besar pada sistem deteksi konvensional adalah tingginya tingkat false positive, yang bisa menyebabkan kelelahan tim keamanan dan terlambatnya respons terhadap ancaman sesungguhnya. AI mengatasi hal ini dengan pendekatan User and Entity Behavior Analytics (UEBA), yang mempelajari perilaku normal dari pengguna atau sistem dan mendeteksi jika ada penyimpangan.

 

Dengan baseline perilaku yang terus diperbarui, sistem AI menjadi lebih akurat dalam membedakan aktivitas biasa dari aktivitas berbahaya. Ini mempercepat pengambilan keputusan, mengurangi noise, dan memastikan fokus hanya pada ancaman yang benar-benar kredibel.

3. Response Otomatis dan Isolasi Ancaman

Salah satu fitur unggulan dari sistem berbasis AI adalah kemampuan untuk merespons ancaman secara otomatis. Ketika aktivitas mencurigakan terdeteksi, sistem dapat langsung mengambil tindakan seperti memutus koneksi perangkat, membatasi akses, atau mengkarantina data berisiko.

 

Kemampuan ini sangat krusial dalam mengurangi waktu tanggap terhadap insiden, yang sebelumnya bisa memakan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari dengan sistem manual. Dengan otomatisasi, risiko penyebaran serangan ke sistem lain dapat ditekan secara instan.

4. Pembelajaran Berkelanjutan dan Adaptif

Berbeda dengan sistem konvensional yang bergantung pada update rutin dan signature baru, AI mampu belajar secara mandiri dari setiap insiden keamanan yang terjadi. Teknologi ini akan terus menyempurnakan kemampuannya dalam mengenali pola dan metode serangan terbaru (self-learning).

 

Dengan pendekatan pembelajaran berkelanjutan, sistem menjadi lebih tangguh terhadap ancaman yang belum pernah ada sebelumnya, termasuk malware polimorfik yang dapat mengubah bentuk untuk menghindari deteksi.

5. Efisiensi Operasional dan Biaya

SOC berbasis AI mampu mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual yang besar. Banyak proses seperti pemantauan, pelaporan, hingga mitigasi bisa dijalankan otomatis, sehingga meningkatkan efisiensi waktu dan biaya secara keseluruhan.

 

Model ini juga cocok untuk berbagai ukuran organisasi, tanpa harus membangun sistem keamanan dari nol. Penggunaan layanan SOC seperti yang ditawarkan Cisometric memungkinkan perusahaan tetap terlindungi secara menyeluruh tanpa membebani operasional.

 

Untuk memperjelas, berikut adalah perbandingan antara sistem deteksi ancaman konvensional dan berbasis AI:

 

Fitur Keamanan Deteksi konvensional Deteksi Berbasis AI
Kecepatan Deteksi Lambat (berbasis signature) Cepat (real-time, berbasis perilaku)
Akurasi Tinggi false positive Lebih akurat dengan UEBA
Respons Terhadap Ancaman Manual Otomatis dan instan
Adaptasi terhadap Serangan Baru Lambat (perlu update) Adaptif dengan self-learning
Efisiensi Operasional & Biaya Butuh tim besar Hemat SDM, efisien biaya

Saatnya Beralih ke SOC AI Cisometric

Perkembangan cyber threat belakangan ini menunjukkan bahwa ancaman digital tidak hanya semakin sering terjadi, tetapi juga semakin sulit dikenali. Sistem deteksi konvensional terbukti sering gagal mendeteksi serangan tersembunyi, seperti ransomware dan supply-chain attack yang memanfaatkan celah baru atau menyamar sebagai aktivitas normal. 

 

Terlebih lagi, munculnya serangan berbasis AI menambah tantangan dalam mengenali ancaman yang tidak memiliki pola tetap. Kondisi ini menuntut sistem keamanan yang lebih cepat, akurat, dan mampu menyesuaikan diri dengan karakteristik ancaman yang terus berkembang. 

 

Salah satu solusi yang menjawab tantangan keamanan modern adalah dengan layanan Managed Security Operations Center (SOC) berbasis AI. Dengan pengalaman mendukung berbagai sektor industri, SOC ini ditenagai oleh teknologi canggih dan tim profesional yang siap memberikan perlindungan menyeluruh. Berikut keunggulan utamanya:

 

  1. Deteksi serangan real-time berbasis AI, ratusan machine learning, dan data analytics melalui platform Advanced XDR, mempercepat respons terhadap ancaman siber.
  2. Dukungan dari TIM SOC dan CSIRT profesional yang berpengalaman menghadapi serangan kompleks lintas industri.
  3. Akurasi deteksi serangan tinggi dengan pendekatan User & Entity Behavior Analytics (UEBA) mendeteksi penyimpangan perilaku dengan presisi.
  4. Perlindungan End-to-end mulai dari assessment hingga recovery, semua dilakukan secara terukur dan transparan.
  5. Otomatisasi melalui SOAR memungkinkan respons instan terhadap ancaman sehingga mempercepat penanganan dan memastikan konsistensi prosedur keamanan.
  6. Dengan platform Threat Intelligence Platform (TIP) menggabungkan intelijen dari berbagai sumber untuk deteksi kontekstual dan respons cepat.
  7. Memenuhi standar ISO 27001, SOC 2, PCI DSS, BI, hingga OJK, lengkap dengan dukungan audit dan pendampingan pelaporan.